BAKLAK.NEWS, SITARO — Bola panas soal dugaan monopoli kewenangan pada proyek revitalisasi oleh oknum Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Inpres Mahangiang di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Siau, Tagulandang, Biaro (SITARO), AM alias Toni, terus memunculkan fakta-fakta baru.
Informasi yang diterima wartawan media nampaknya semakin memperkuat dugaan adanya penyerobotan wewenang yang dilakukan AM selaku Kepsek di mana anggaran proyek yang dicairkan ternyata nyaris tak mengalir ke tangan bendahara.
Kabarnya yang diserahkan ke bendahara hanya Rp10 juta, sedangkan sisanya kurang lebih Rp500 juta mengendap di tangan Kepsek.
Anehnya lagi, uang yang diserahkan ke bendahara hanya bertahan sekejap, karena oleh AM diinstruksikan untuk bayar panjar upah kerja dan material.
“Saya tidak mau bicara lebih. Saya cuma dikasih pegang sepuluh juta, sisanya sekitar lima ratus juta ditahan oleh Bapak Kepsek sesaat setelah pencairan,” kata Bendahara Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP), Tresny I. Jacob, Kamis (7/11/2025).
Ia juga mengaku tak tahu apa yang menjadi dasar AM mengambil alih pengelolaan anggaran proyek tersebut.
“Entahlah, silahkan bapak tanya langsung ke Kepsek. Yang pasti, jika diminta, saya hanya akan mempertanggungjawabkan uang sepuluh juta itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) SITARO, Budiarto U Mukau, saat dimintai tanggapan mengaku jika pihaknya tidak punya kewenangan lebih soal proyek revitalisasi senilai kurang lebih Rp700 juta itu.
“Itu anggarannya dari APBN, dan kalau tidak salah langsung ditransfer ke rekening panitia pengelola tanpa lewat pemerintah daerah. Itulah sebabnya saya tidak bisa berkomentar lebih,” terang Mukau.
Dan untuk pengawasan, lanjut dia, itu sepertinya masuk ke wilayah kerja Kejaksaan karena sudah ada MoU dengan Kejaksaan Agung RI.
Saat disinggung soal keberadaan panitia yang belakangan seperti tak dilibatkan oleh AM, ia mengatakan, jika dilihat dari kacamata organisasi, kebijakan yang dibuat oleh Kepsek sebagaimana diberitakan sebelumnya, itu telah menyalahi mamajemen organisasi.
“Kan sudah dibuat panitia, itu artinya masing-masing punya tanggung jawab. Buat apa ada bendahara kalau kemudian tidak difungsikan sebagaimana tugas dan fungsinya,” sorotnya.
Sebelumnya, Kepsek AM berkilah jika kebijakan itu dibuat untuk menghindari penyalahgunaan anggaran.
Sekadar diketahui, informasi yang diterima wartawan media ini, dari total Rp709.535.000 anggaran proyek tersebut, kurang lebih Rp500 juta telah dicairkan.
Mirisnya, bendahara panitia kabarnya hanya mengelola Rp10 juta, sisanya ditahan oleh Kepsek. (**)
















