BAKLAK.NEWS, SITARO — Setelah diguncang dengan kabar dugaan monopoli anggaran proyek revitalisasi senilai kurang lebih Rp700 juta, kini Kepala SDN Inpres Mahangiang, AM alias Toni, kembali diterpa isu kurang sedap.
Kali ini menyangkut legalitasnya mengemban jabatan sebagai kepala sekolah (Kepsek).
Kabarnya, AM hanya mengantongi ijazah diploma (D-II), sementara salah satu syarat untuk mengemban jabatan sebagai Kepsek adalah minimal bergelar sarjana alias S1.
Ketua LSM BARAK MACAB SITARO, Ivon Bawotong, ikut angkat bicara perihal kabar AM yang belum mengantongi ijazah S1.
“Ketentuan jadi kepala sekolah sangat jelas sekali, oleh karena itu, jika memang informasi ini benar, saya kira ini akan jadi catatan tersendiri bagi Dinas Dikpora (Pendidikan, Pemuda dan Olahraga). Harusnya lebih selektif lagi dalam menunjuk kepala sekolah,” sindir Bawotong, baru-baru ini.
Ia mengaku bukan tak setuju AM menjabat kepala sekolah, namun menurut dia ada hal-hal yang perlu dipelajari lagi sehubungan dengan tugas dan fungsi seorang pemimpin di sekolah.
“Seperti yang sempat ramai kemarin-kemarin, saya melihat Pak Kepsek ini seperti belum paham apa tugas Kepsek, apa tugas bendahara serta sekretaris dalam proyek revitalisasi. Ini tentu bisa bahaya,” sorotnya.
“Belum lagi caranya berkomunikasi baik dengan bawahannya, termasuk kami LSM dan wartawan. Saya kira, kalau Kepseknya sudah berpengalaman dan punya kemampuan mumpuni, persoalan seperti ini boleh diminimalisir,” tambahnya.
Lagi, ia kembali menyoroti soal legalitas AM yang kabarnya hanya mengantongi ijazah diploma. Menurut dia, ini harus jadi atensi.
“Tidak masalah kalau beliau diberi tanggungjawab sebagai Kepsek, tapi pastikan kebijakan itu tidak melangkahi ketentuan yang ada. Apakah di Kabupaten SITARO ini sudah tidak ada figur calon Kepsek S1 sehingga harus paksakan yang diploma?” serunya.
“Jangan sampai jargon SITATO MASADADA tercoreng hanya karena kebijakan monopoli anggaran proyek dan ijazah diploma untuk Kepsek. Sekali lagi saya berharap selain Kepala Dinas Dikpora, ini juga jadi atensi Bupati (Chyntia I. Kalangit) dan Wakil Bupati (Heronimus Makainas),” kuncinya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Dikpora, Zelni Mandak, ketika dikonfirmasi, tak menampik jika AM hanya bermodalkan ijazah diploma saat diberi mandat mengemban jabatan Kepsek. Namun demikian, ia berkilah itu tidak hanya berlaku di SDN Inpres Mahangiang.
“Bukan hanya Pak Antonius, tapi ada beberapa juga kepala sekolah masih ijazah D tiga. Kebijakan ini terpaksa diambil karena kita masih kekurangan stok (Calon Kepala Sekolah S1),” terangnya.
Dikatakannya lagi, ada banyak guru S1 namun dari segi pangkat dab golongan belum memenuhi syarat.
“Ada wilayah tertentu, seperti misalnya di pulau Buhias, karena kekurangan figur (Kepsek), terpaksa kita bikin kebijakan demikian (Beri tanggungjawab jabatan Kepsek kepada yang belum berijazah S1),” bebernya.
Namun demikian, ia mengaku akan berupaya berbenah secara bertahap.
“Step by step ini akan kita benahi sesuai dengan ketentuan yang ada, namun tentu semua perlu waktu,” kuncinya. (**)
















