BAKLAK,BOLSEL – Dalam rangka memperingati hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day (WPFD), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado menggelar workshop tentang kebebasan pers dan etika jurnalistik di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Selasa 17 Mei 2022.
Wakil Koordinator Wilayah (Wakorwil) AJI Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, Ronny Adolof Buol mengatakan, rangkaian kegiatan WPFD tahun 2022 ini diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di 20 kota dengan mengangkat tema besar “Journalism Under Digital Siege”.
“Kegiatan ini diharapkan bisa menambah ataupun mempertajam kembali pemahaman teman-teman jurnalis khususnya di daerah tentang dunia jurnalistik, khususnya di era digital saat ini,” kata Ronny.
Ketua AJI Manado, Fransiskus Talokon menyampaikan materi tentang AJI dan kebebesan pers. Sebagai pembuka, Fransiskus memaparkan tentang sejarah perjuangan berdirinya AJI di tengah kerasnya tekanan di era orde baru saat ini.
“AJI berdiri pada 7 Agustus 1994. Saat itu, AJI sempat dianggap sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Bahkan, beberapa aktor pendiri AJI ditangkap dan dipenjarakan,” ungkap Fransiskus.
Lebih lanjut dikatakan, salah satu semangat berdirinya AJI adalah untuk memperjuangkan kebebasan pers. Ancaman bagi kebebasan pers itu ditandai oleh kian maraknya kasus gugatan, baik pidana maupun perdata terhadap pers.
Tak hanya itu, kekerasan terhadap jurnalis setiap tahunnya cenderung meningkat. Pelaku kebanyakan dari aparat penegak hukum. Di sisi lain, di tengah belum terlindunginya jurnalis dari kasus-kasus kekerasan, muncul kejahatan digital yang juga mengincar mereka.
“Perlindungan hukum terhadap jurnalis masih lemah. Divisi Advokasi AJI Indonesia mencatat ada 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis selama 2020. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yakni 53 kasus,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Etik AJI Manado, Yoseph Ikanubun yang menyampaikan materi tentang etika, hukum dan sengketa pers juga menitikberatkan pada kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Yoseph menekankan tentang pentingnya pemahaman soal kode etik jurnalis sebagai pedoman dalam bekerja. Ia menyebut, dalam beberapa kasus yang menyeret jurnalis ke ranah hukum, akan sulit mengadvokasi jika terbukti melanggar kode etik.
“Dewan Pers menerbitkan 11 poin kode etik jurnalis sebagai pedoman. Sementara, AJI menambahkan beberapa poin sehingga kode etik di AJI menjadi 21 poin. Bahkan selain kode etik, di AJI juga ada 57 poin kode perilaku khusus bagi anggotanya,” papar Yoseph yang juga mantan ketua AJI Manado dua periode.
Kegiatan ini disambut antusias oleh puluhan jurnalis di Kabupaten Bolsel. Mereka bahkan berharap kegiatan seperti ini dilakukan secara berkelanjutan. Para peserta bersemangat mengikuti materi dari para narsumber.
Diakhir kegiatan, AJI memberikan merchandise kepada tiga peserta dengan pertanyaan terbaik. Turut hadir, Sekretaris AJI Manado, Finneke Wolajan serta beberapa pengurus dan anggota AJI Manado.