Baklak.news, BOLSEL— Praktik penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Bolsel, khususnya di kawasan hutan produksi terbatas (HPT), Kilometer 12, atau Upper Tobayagan (UTO) di Desa Dumagin B, Kecamatan Pinolosian Timur, dinilai mengancam keberlanjutan ekonomi daerah. Hal itu disampaikan Pengamat Ekonomi Dr Robert R Winerungan MSi.
PETI atau tambang ilegal, kata Robert, tidak terdata di Badan Pusat Statistik (BPS). Sehingga yang terpantau hanya pertambangan legal atau berizin.
“Tambang ilegal tidak tercatat sehingga aktivitasnya tidak terpantau dan tanpa pengawasan. Ada pendapatannya, tapi tidak ada kontribusi bagi negara khususnya daerah setempat dalam bentuk pajak dan non pajak,” kata Robert, kepada wartawan Baklak.news, via seluler, Senin, 11 November 2024.
Sektor pertambangan, kata Robert, memiliki potensi besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional maupun lokal. Namun, jika dilakukan secara ilegal, nantinya akan berdampak pada keberlanjutan ekonomi daerah.
“PETI mengarah pada kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dan udara, kerusakan hutan, dan degradasi tanah. Itu terjadi karena pengelolaannya tidak sesuai standar lingkungan. Nantinya, praktik ilegal ini mengancam keberlanjutan sektor ekonomi lain, seperti pertanian, perikanan dan periwisata,” kata Robert.
Pendapatan negara bukan pajak (PBNP) dan pajak dari sektor pertambangan, kata Robert, akan kembali ke daerah lewat pembangunan, khususnya fasilitas publik.
Namun, hilangnya pendapatan daerah dari pontesi tersebut karena pengelolaannya tidak sesuai regulasi, maka pembangunan akan terhambat. Hal Itu juga akan memperlambat tingkat kesejahteraan masyarakat.
“PETI bisa menghambat pertumbuhan ekonomi karena tidak ada kontribusi berupa royalty dan pajak untuk daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah berkolerasi dengan pendapatan, dan salah satu faktor yang mempengaruhi adalah sumber daya alam,” kata Ekonom Sulut ini.
“ Tidak memberikan pendapatan negara, praktik PETI juga bisa menambah beban pemerintah karena harus membiayai reboisasi dan rahabilitasi hutan,” imbuhnya.
Penambangan emas ilegal, kata Robert, memang memberikan penghasilan cepat. Namun, dampaknya berkelanjutan.
“Memang ada pendapatan instan di situ. Tapi, dampaknya besar. Ada kerusakan lingkungan yang akan diwarisi kepada generasi selanjutnya, pelanggaran hukum, rawan konflik sosial, acaman kesehatan, dan yang lebih parah risiko kecelakaan kerja. Belum lagi ancaman bencana alam,” kata Dosen Ilmu Ekonomi, Unima ini.
Desak Penindakan Tegas Guna Keberlanjutan Ekonomi
Untuk menyelamatkan lingkungan guna keberlanjutan ekonomi, pemerintah dan aparat penegak hukum diminta segera melakukan penindakan tegas.
Robert minta pemerintah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat, khususnya kelompok penambang tentang pentingnya menjaga lingkungan untuk keberlanjutan ekonomi.
“Kegiatan pertambangan harus ada kepastian hukum, keselamatan masyarakat dan kelayakan lingkungan. Pemerintah juga bisa menyosialisasikan dan mengarahkan pengurusan legalitas pertambangan,” kata Robert.
Senada disampaikan Pengamat Lingkungan Sulut Dr Ir Rignolda Djamaluddin MSc. “Dengan melihat dampaknya, pemerintah dan aparat penegak hukum harus memiliki komitmen yang sama dalam penanganan PETI,” kata dosen yang akrab disapa Mneer Oda ini.
Selain penegakan hukum, kata Oda, pemerintah juga bisa melakukan pendekatan agar kelompok penambang ilegal bisa mengurus legalitas.
“Penegakan hukum yang tegas sangat penting. Tapi juga harus ada kebijakan dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Jika kawasan itu memenuhi syarat, bisa diarahkan pengurusan legalitas untuk dijadikan tambang rakyat,” kata Oda.
Meski demikian, kata akademisi Unsrat Manado ini, tidak semua kawasan bisa dijadikan tambang legal. Harus dilihat faktor geologi, studi kelayakan, risiko bencana dan kajian lainnya. “Harus ada pemetaan dan kajian yang baik, apalagi terkait dampak buruk yang langsung dirasakan masyarakat setempat,” kata Oda.
Dikatakannya, selain penindakan pada aktivitas penambangan ilegal, pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus bertindak tegas dengan peredaran bahan kimia untuk pengolahan tambang.
“Pemerintah dan penegak hukum juga harus memperhatikan jual beli bahan pengolahannya, seperti merkuri, sianida dan lainya yang berkaitan dengan limbah B3. Intinya, jangan ada pembiaran regulasi dalam setiap prosesnya,” kata Oda.
Ketua PERHAPI Rizal Kasli, juga menyampaikan hal serupa. Dikatakannya, pemberantasan penambangan emas ilegal harus ada penegakan hukum yang tegas. Selain itu, pemerintah daerah dan pihak terkait perlu memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
“Sosialisasikan legal, kesehatan, keselamatan kerja, dan kerusakan lingkungan yang terjadi jika kegiatan pertambangan tidak dikerjakan dengan menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik dan benar,” kata Rizal.
Ia menekankan, aktivitas pertambangan harus memiliki izin usaha pertambangan (IUP) maupun izin pertambangan rakyat (IPR). Tidak hanya itu, kegiatan pertambangan, harus dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi seperti Kepala Teknik Tambang (KTT) dan pengawas operasi seperti POP, POM dan POU serta kompetensi lainnya yang terkait.
“Semua itu sangat diperlukan dan sangat penting untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan pertambangan,” kata Rizal.
Pratik PETI katanya, sangat merugikan negara, daerah dan paling utama masyarakat, dengan potensi kerusakan lingkungan, kesehatan masyarakat dan ancaman keselamatan kerja.
“Penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun, degradasi lahan karena tidak terkontrolnya kegiatan pengupasan tanah penutup sehingga kualitas air limpasan dan buangan tercemar, hingga melanggar baku mutu lingkungan,” kata Rizal.
“Penambangan ilegal dapat menimbulkan kecelakan kerja yang bisa merenggut nyawa pekerja seperti yang terjadi di Gorontalo, Sumatra Barat dan daerah lain,” tambahnya.
Kerugian lainya, kata Rizal, akan timbul masalah sosial dan tata kelola termasuk kolusi dan korupsi.
“Bagi negara tentu hal ini dapat memengaruhi neraca sumber daya dan cadangan serta hilangnya pendapatan negara berupa pajak dan non pajak,” kata Rizal.
Sementara itu, Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bolsel Masita Lamusu mengatakan, PETI hanya menguntungkan segelintir orang sementara seluruh masyarakat merasakan dampak negatifnya.
Menurutnya, tambang yang memiliki izin dan disepakati oleh semua pihak terkelola dengan baik dan menghasilkan PAD yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.
“Jika tambang memiliki izin yang jelas dan disepakati oleh semua unsur terkait, maka manfaatnya akan dirasakan oleh daerah dan para penambang,” kata Masita. (*)