BAKLAK.NEWS, MINUT — Hukum Tua (Kepala Desa) Minaesa, Saprin Fanah, menilai jika arahan Kepala Inspektorat Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Steven Tuwaidan, yang meminta pihaknya menemui pemilik lahan yang menjadi lokasi dibangunnya proyek Pembangunan Sarana Prasarana Wisata guna meminta izin, adalah kurang tepat.
Pasalnya, menurut dia lahan tersebut adalah milik warga yang sebelumnya sudah memberi izin ke pemerintah desa untuk membangun.
“Apa yang harus kita mohonkan? Lalu, bagaimana bobo itu bisa diperjualbelikan oleh masyarakat? Dasarnya apa?” ujar Fanah menepis arahan Inspektorat usai keluar dari ruang Kasie Intelijen Kejaksaan Negeri Minut, Senin (10/3/2025).Sambungnya, kalau pun diperjualbelikan, tidak ada dasar yang kuat karena selama ini tidak ada pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah desa.
Oleh karena itu, ia meyakini jika keputusan pihaknya untuk membangun di lokasi tersebut tidaklah bermasalah sebagaimana yang diberitakan.
“Sebelum tahun 2020 kita membangun di situ, kita sudah punya surat hibah dari pemilik tanah, sehingga kita berani bangun di situ (Pembangunan tahap pertama)” sebutnya sembari meminta pihak perusahaan agar memperlihatkan dokumen kepemilikan tanah tersebut.
Akan hal ini, menurut dia, salah satu solusi adalah menguji keabsahan dokumen kepemilikan masing-masing.
“Kita sudah minta itu (Dokumen kepemilikan) tapi sampai hari ini belum ditunjukkan,” tutupnya.
Sekadar diketahui, sebelumnya Kepala Inspektorat Minut, Steven Tuwaidan, telah memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama.
Pemanggilan ini didasarkan pada adanya permintaan penghentian pekerjaan proyek pembangunan sarana prasarana pariwisata susur sungai di jaga IX.
Nah, mengacu pada dokumen kepemilikan yang diperlihatkan oleh pemilik lahan (Perusahaan), Tuwaidan menyarankan pemerintah desa agar bermohon agar mendapat restu melanjutkan pembangunan di lokasi tersebut.
Dikatakannya, dokumen yang ditunjukan kala itu sangat jelas menyakatan jika lahan tersebut milik perusahaan.
Di saat yang sama, pemerintah desa tidak mampu menunjukan alas hak kepemilikan lahan.
Hal ini diperkuat pula dengan pernyataan di sesi wawancara dengan sejumlah media, di mana Hukum Tua belum bisa menjamin keabsahan alas hak lahan tersebut adalah punya masyarakat atau milik desa. (**)