MANADO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pers Manado dan AJI Manado menggelar dialog. Dialog tersebut bertema annual report LBH Pers Manado secara daring dan luring, Jumat 28 Januari 2022 di sekretariat AJI Manado.
Bertindak sebagai narasumber adalah Ketua AJI Manado Fransiskus Talokon dan direktur LBH Pers Manado Ferley Kaparang, SH, MH, CLA. Menjadi moderator Ketua Bidang Hukum dan Advokasi AJI Manado Leriando Kambey serta ada penjelasan juga dari ketua majelis etoik AJI Manado, Joseph Ikanubun.
Direktur LBH Pers Manado Ferley Kaparang, dalam materinya menyinggung tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kebebasan pers, serta kondisi jurnalis di tengah situasi yang tidak menentu.
Kebebasan pers, kata Kaparang, adalah hak warga negara, karena secara politik merupakan hak setiap warga negara untuk mengetahui masalah publik dan harus diinformasikan secara terbuka.
“Kebebasan pers di Sulawesi Utara sendiri, dalam pengamatan kami masih baik. Walaupun memang masih banyak juga jurnalis yang tidak memahami dan melakukan kode etik jurnalistik. bahkan menyalahgunakan profesinya untuk cari untung sendiri,” katanya.
Dia menegaskan, jika sampai pers tidak bebas bekerja, maka pemerintah tidak akan terkontrol dan rakyat tidak akan tahu kinerja pemerintah.
Walaupun pada dasarnya sebenarnya ancaman kebebasan pers itu berasal dari banyak pihak seperti penguasa politik dan masyarakat sendiri.
Sementara Ketua AJI Manado, Fransiskus Talokon, menjelaskan mengenai pers dan kewajibannya, yang wajib berpihak pada kepentingan publik atau umum.
Kemudian secara teknis dalam bekerja menulis berita wajib melakukan verifikasi baik data maupun peristiwa.
“Pers juga wajib menjaga independensi, menjaga jarak dengan pemerintah, membuka ruang publik, menulis berita menarik tetapi tetap relevan, komprehensif dan profesional, tetap berhati nurani, wajib mematuhi kode etik dan perilaku dan terutama jangan menyebarkan hoaks,” tegasnya.
Namun ditekannya bahwa dalam menciptakan Jurnalis yang profesional, hal terpenting adalah soal Kesejahteraan. Karena menurutnya, jika Jurnalis sejahtera karena mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan media, maka dirinya akan mudah untuk bersikap profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya.
“Tahun ini kami akan mencoba melakukan pendataan soal kesejahteraan Jurnalis untuk nantinya dilakukan advokasi jika ada yang memiliki persoalan terkait pemberian upah layak serta perlindungan sosial dari perusahaan media,” pungkasnya.
Diskusi tersebut juga diwarnai dengan dialog dari para peserta baik luar jaringan maupun dalam jaringan, sehingga acara selesai pada pukul 17.00 Wita. (*)