Buaya merupakan hewan buas yang ditakuti banyak orang. Hal itu tidak berlaku bagi Salam Simbala. Pria berusia 64 tahun ini menangkap 11 ekor Buaya muara dengan alat tradisional.
Tahun 2009 silam, pasangan Salam Simbala dan Jubaeda Siolimbone dirundung duka karena kehilangan anak bungsunya Saldan Simbala.
Bocah 5 tahun itu, tewas karena diterkam buaya muara di Desa Dumagin B Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
Kematian Saldan, merupakan awal kemurkaan Salam yang sebelumnya dikenal masyarakat sebagai seorang penyayang hewan.
Dengan tubuh kurus, Salam mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk menangkap Buaya muara dengan misi balas dendam atas kematian putra kesayangannya.
Lokasi awal perburuan, berjarak sekira 70 Km dari kediamannya, juga lokasi ditemukan jasad anaknya.
Sebelum berburu, Salam menyiapkan jaring dan bambu untuk menangkap Buaya.
Salam tak sendiri, dirinya ditemani dua putranya Basri dan Rijan. Sesekali Salam dibantu dua teman dari anaknya yang meninggal, yang juga turut memendam dendam kematian.
Kejadian itu sulit terlupakan bagi mereka semua yang menyaksikan luka bekas gigitan Buaya di tubuh almarhum Saldan.
Berbekal alat tradisional jaring bambu dan tali, Salam dan dua putranya berangkat menuju sungai muara.
Memancing agar Buaya keluar, Salam menyiapkan satu ekor ayam daging yang sudah dipotong sebagai umpan.
Sebagai pemimpin tim, Salam membentangkan sebatang kayu yang sudah digantungi daging ayam.
Jika tak ada pergerakan, sesekali Salam mencelupkan umpan. Siasat Salam berhasil, ia dan anaknya mulai melihat ada pergerakan air.
Yang ditunggu keluar juga.
Melihat gerakan air semakin besar, Salam langsung menarik kayu yang digantungi umpan.
Sreeeek!!!! kepala buaya keluar dari permukaan air mengejar umpan.
Sesuai strategi yang diatur sebelumnya, secepat kilat putra Salam melemparkan seutas tali berbentuk lingkaran tepat di kepala Buaya.
Saat ditarik tali langsung terikat di kepala Buaya.
Buaya mulai merontah, bak pawang Buaya yang sudah profesional, dengan gesit Salam terjun ke air dan mengikat perut hewan penguasa muara sungai Dumagin B ini.
Tak lolos dari perburuan, Buaya dibawa ke darat kemudian di bawah di halaman rumahnya.
Dendam Salam dan keluarga tak berakhir dengan menangkap 1 ekor saja.
Salam malah semakin berani dan ketagihan menangkap Buaya hingga jumlahnya mencapai 11 ekor.
Dari 11 Ekor yang berhasil ditangkap, Salam pernah bertaruh nyawa untuk menangkap seekor Buaya sepanjang 4 meter.
Saat itu, Salam mengganti daging ayam dengan usus Sapi, sebagai umpan. Taktik sebelumnya dilakukan.
Namun, saat terikat dengan tali, Buaya besar tersebut, merontah hingga Salam dan kedua anaknya nyaris kehabisan tenaga karena tak mampu mengimbangi hewan buas itu.
Tak mau Buaya lepas begitu saja, Salam melompat ke punggung Buaya dan langsung memeluk tubuh hewan ini dari belakang.
Tersirat Buaya lengah jika mulutnya dibuka lebar, Salam berteriak meminta bambu kepada Basir.
Bambu yang diberikan, langsung dimasukkan melintang ke mulut Buaya hingga hewan buruannya tak berdaya.
Buaya berhasil ditaklukkan.
Sejak saat itu, Salam dikenal warga sekitar sebagai sang penakluk Buaya.
Meski demikian, Salam mengaku tidak sedikit Buaya yang lolos dari perburuannya.
Buaya yang berhasil ditangkap, dagingnya di bagikan kepada warga non muslim. Jika masih tersisa, Salam menguburkan bangkai Buaya.
“Memang orang bilang Buaya pang dendam. Tapi, belum tentu deng kita pe dendam ini (memang kata orang Buaya pendendam. Tapi belum tentu dengan dendam yang ada di hati saya),” kata Salam dengan gemetar.
Meski demikian, Salam mengaku dendam bukanlah satu-satunya alasan ia dan anak-anaknya memburu buaya.
“ Saya tidak ingin ada yang jadi korban lagi,” aku Salam.
Menurut Salam, Desa Dumagin B merupakan desa yang paling besar populasi Buaya di Bolsel yang menghuni, sungai, rawa dan lahan basah lainnya.
Dungkapkannya, sudah 8 warga Dumagin yang menjadi korban terkaman Buaya. Dua meninggal dan 6 lainnya bisa diselamatkan.
“Dari delapan orang itu, salah satunya anak saya yang meninggal jadi korban gigitan Buaya,” kata Salam.
Meski demikan, Salam mengaku sudah berhenti berburu Buaya.“Keterbatasan alat dan usia meminta saya pensiun,” kata Salam.
Di akhir perbincangan di pondok kebunnya, Salam minta para orang tua untuk mengawasi anak-anaknya.
“Sebaiknya jangan izinkan anak-anak mandi di sungai muara,” kata Salam.
Sementara itu, sejumlah warga mengatakan, sebelumnya Salam yang tinggal di pesisir pantai, sangat marah jika ada warga yang menyakiti buaya. Namun, salam berubah saat anaknya meninggal.
“Jangan beking nakal Buaya. Itu juga mahluk hidup ciptaan tuhan (Jangan menyakiti Buaya karena itu juga mahluk hidup ciptaan tuhan,” kata Yamin, menirukan kalimat Salam.
Sementara itu, Sangadi Dumagin B Karmawan Makalalag mengakui, populasi Buaya di wilayahnya memang terbilang banyak.
“Baru-baru ini petugas cetak sawah baru dapat dua ekor buaya di lokasi itu. Satu ekor mati dan yang satunya lagi, dibawa ke kotamobagu,” kata Karmawan. (Roslely Sondakh)