Lima hari berlalu, Nazwa Ibrahim tetap menunggu kabar ayahnya yang hanyut terseret banjir. Setiap hari air matanya berlinang bulir demi bulir.
Ayahnya, Reslan Ibrahim seorang Sangadi atau Kepala Desa Bakida, Kecamatan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara (Sulut).
Nazwa bertutur, banjir yang melanda Desa Bakida dan sejumlah desa lain terjadi Jumat, 24 Juli 2021, sekira pukul Tujuh pagi.
Ia terakhir kali melihat sosok ayahnya ketika membawa payung, turun dari tangga teras rumahnya.
Pagi itu, hujan deras dan banjir sudah menggenangi seluruh Kampung Bakida.
Tak ada niat Nazwa untuk bertanya ke mana ayahnya hendak pergi. Sebagai anak kepala desa, sedikitnya dia paham dengan tugas ayahnya.
“Pagi itu masih hujan, jadi Papa pakai payung dan pergi melihat rumah warga yang terendam banjir,” kata Nazwa, Selasa (28/7/2020).
Tidak hanya ayahnya, ibu Nazwa juga turut meninjau rumah warga yang terancam banjir.
Selang sejam kemudian, Nawza mendengar informasi jembatan yang tak jauh dari rumahnya nyaris ambruk.
Penasaran, muncul keinginannya untuk melihat kejadian itu. Namun, baru saja hendak melangkahkan kaki, dia sudah mendengar warga berteriak.
“Sangadi anyor, sangadi anyor, sangadi anyor! (Kepala desa hanyut, kepala desa hanyut, kepala desa hanyut!),”
Mendengar teriakan warga, Nazwa ternganga, hatinya hancur bak disambar petir.
Namun dia masih coba menajamkan pendengarannya, memastikan teriakan itu benar atau hanya candaan.
Nyatanya apa yang didengarnya tidak keliru. Ia berusaha berlari untuk memastikan informasi tersebut.
Namun, hatinya sudah tak kuat. Tubuh munggilnya lunglai ke lantai.
“Saya mau ke jembatan untuk memastikan informasi itu, tapi saya tidak kuat lagi, dan pingsan,” kenangnya.
Saat dirinya siuman, rumah sudah dipenuhi warga. Dirinya juga menyaksikan ibunya yang juga baru sadar usai pingsan, terisak-isak.
Nazwa tidak bisa lagi menahan air matanya. Yang paling menyayat hatinya, kejadian nahas yang menimpa ayahnya itu terjadi di depan mata ibunya.
“Mama sempat menegur ayah, ‘Papa Nazwa jang badiri di situ (Papa Nazwa jangan berdiri di situ),” kata Nazwa lagi.
Namun, seperti menirukan kembali cerita ibunya saat itu, hanya berselang beberapa menit tanah yang dipijak ayahnya amblas digerus arus air sungai.
“Mama langsung pingsan,” ungkap Nazwa, disambut tangis ibundanya yang duduk di sampingnya.
Gadis yang masih duduk di kelas II SMP ini menguatkan dirinya. Ia bahkan ingin mencari ayahnya di bibir pantai.
Setiap langkahnya diiringi air mata, sembari memegangi satu per satu tangan warga yang berada di lokasi dan meminta tolong untuk mencari ayahnya.
Lima hari berselang, upaya pencarian yang melibatkan Basarnas, anggota TNI-Polri dan masyarakat, belum juga membuahkan hasil.
Kerinduan Nazwa semakin memuncak, ia kembali meminta tolong Basarnas agar bisa menemukan lelaki yang menemaninya sejak lahir itu.
“Saya minta tolong Basarnas dan semua yang terlibat tolong cari Papa saya. Jika memang sudah meninggal, saya akan berusaha ikhlas dan pasrahkan kepada Allah,”
Sampai hari ini, ia mengaku terus menunggu ayahnya walaupun hanya tinggal jasad.
Bahkan jika hal terberat seperti hanya sebagian dari jasad ayahnya, berupa tangan, kaki atau apa saja.
“Saya ingin meminta maaf jika ada yang membuat Papa marah. Papa, Nazwa rindu …,” ucap Nazwa dengan bibir gemetar dan bola mata yang basah sambil menundukkan kepalanya.
Sekadar informasi, sekira pukul 07:00 WITA, Jumat (24/07/20) Sangadi Bakida Reslan Ibrahim meninjau rumah warganya yang terendam banjir.
Mendapat informasi Jembatan Bakida nyaris ambruk karena debit air yang tinggi dan arus, dirinya bergegas ke lokasi.
Sesampainya di sekitar jembatan, Sangadi menuju ke tepi sungai untuk melihat kaki jembatan yang mulai miring.
Nahas, tanah yang dipijaknya ambruk tergerus arus air sungai, saat itu juga dia jatuh ke sungai.
Warga yang juga berada di lokasi sudah melakukan upaya penyelamatan dengan mengulurkan bambu ke arah sangadi untuk digapai.
Sayangnya, upaya tersebut tidak berhasil. Sangadi hanyut terseret arus air sungai.
Upaya pencarian yang melibatkan Basarnas, tim Sabhara Polda Sulut, Brimob, anggota Polres Bolsel dan Polres Kotamobagu, penyelam Bolsel Diving Club (BDC) serta masyarakat setempat, hingga hari kelima belum membuahkan hasil. Tim bahkan belum mendapatkan tanda-tanda korban. (Roslely Sondakh)