Baklak.news, Manado — Tingkat pemahaman masyarakat terhadap industri asuransi adalah aspek penting yang perlu dibangun. Hal itu dikatakan Joy Elly Tulung SE MSc PhD, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Manado.
Menurutnya, edukasi finansial yang memadai akan memberikan manfaat jangka panjang. “Tidak hanya dalam memastikan kondisi finansial di masa depan, tetapi juga untuk kestabilan ekonomi negara secara keseluruhan,” kata Tulung, Rabu, 13 September 2023.
Ekonom Sulawesi Utara (Sulut) ini menjelaskan, produk asuransi sejatinya unik karena manfaatnya baru dirasakan dalam jangka panjang atau ketika risiko tertentu terjadi. Seperti sakit atau kecelakaan. Berbeda dari pembelian barang konsumsi, seperti smartphone, yang manfaatnya dapat dirasakan langsung.
Isu-isu yang sedang mencuat akhir-akhir ini lanjutnya, telah mempengaruhi persepsi sebagian masyarakat, membuat mereka mempertanyakan keuntungan dari memiliki asuransi. “Asuransi utamanya harus dilihat sebagai instrumen perlindungan jangka panjang, bukan sebagai investasi instan,” kata Tulung, Rabu, 13 September 2023.
Menurutnya, sinergi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pelaku industri asuransi di Indonesia sangat diperlukan untuk mengembangkan dan melindungi sektor industri asuransi, sekaligus untuk menjaga kepercayaan publik. “Upaya meningkatkan literasi asuransi di kalangan masyarakat melalui edukasi yang komprehensif dan kolaboratif, sangat penting,” tegasnya.
Terkait tingkat literasi dan inklusi keuangan katanya, OJK telah Empat kali melakukan survei literasi dan inklusi keuangan, terakhir kali pada 2022. Menariknya papar Joy, peningkatan signifikan terlihat, terutama antara 2019 dan 2022, dengan indeks literasi meningkat dari 38,03% menjadi 49,68%. Sementara indeks inklusi juga naik dari 76,19% menjadi 85,10%.
Di Sulut lanjutnya, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, meskipun 86,23% penduduknya sudah memiliki akses ke berbagai produk dan jasa keuangan, hanya 50,13% di antaranya yang memiliki pemahaman yang memadai tentang produk dan jasa tersebut.
“Rendahnya tingkat literasi ini dapat membawa risiko tersendiri,” katanya
Contohnya kata Tulung, masyarakat tidak mengerti tentang produk yang mereka beli sehingga salah paham tentang manfaat yang diterima atau membeli produk asuransi yang kurang sesuai kebutuhan.
Menurutnya, kondisi tersebut diperparah dengan indeks literasi asuransi yang hanya sekitar 31,72% dibanding indeks literasi keuangan keseluruhan tingkat nasional yang mencapai 49,68%. “Jadi, memang masih sangat sedikit masyarakat yang memahami secara mendalam tentang asuransi,” kata Tulung.
Dituturkannya, dalam kategori literasi, ada Empat tingkatan, yaitu well-literate (melek tinggi), sufficient literate (cukup melek), less literate (kurang melek), dan yang terakhir adalah not literate (tidak melek). Jadi, dari angka 31,72%, belum semuanya well-literate.
“Yang mengejutkan, Sulut menduduki peringkat 33 dari 34 provinsi dalam indeks tingkat kegemaran membaca yang juga disusun oleh Badan Pusat Statistik,” tuturnya.
“Kondisi ini patut mendapat perhatian serius karena tingkat literasi memiliki keterkaitan yang erat dengan kegemaran membaca,” tambahnya.
Dampak tindakan oknum tidak bertanggungjawab pada kepercayaan publik dan industri asuransi membahas lebih lanjut mengenai manfaat asuransi.
Dikatakannya, selain melindungi ketahanan finansial keluarga ketika anggotanya terkena risiko jiwa atau kesehatan, asuransi, juga berpotensi sebagai sumber pembiayaan jangka panjang bagi negara, selain sektor perbankan.
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia semester pertama tahun 2023, menunjukkan kontribusi industri asuransi jiwa dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan pasar modal melalui investasi jangka panjang.
Diungkapkannya, Total investasi ini mencapai Rp297,19 triliun, termasuk dalam instrumen saham (Rp158,18 triliun), reksadana (Rp95,07 triliun), dan sukuk korporasi (Rp 43,93 triliun).
Sementara itu, melalui alokasi investasi pada instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp157,16 triliun dan deposito sebesar Rp38,94 triliun, industri asuransi memperlihatkan potensinya sebagai sumber pembiayaan alternatif untuk Indonesia.
Lanjut Tulung, dengan mengembangkan industri asuransi, Indonesia bisa memiliki sumber pembiayaan lain selain sektor perbankan. “Untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi, edukasi yang komprehensif sangat dibutuhkan,” tegasnya.
Penurunan kepercayaan publik umumnya tidak disebabkan oleh industri asuransi secara keseluruhan, tetapi lebih perbuatan oknum-oknum tertentu. “Mengingat kepercayaan publik sangat krusial, aksi-aksi tersebut tentu saja berdampak negatif terhadap reputasi sektor asuransi,” kata Tulung.
Ada beberapa perusahaan seperti BNI Life, Astra Life, hingga Sinarmas MSIG Life yang telah menjadi sorotan publik karena kasus-kasus tertentu yang disebabkan perbuatan oknum-oknum tertentu.
Oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut tidak hanya merugikan nasabah tetapi juga perusahaan asuransi yang bersangkutan, yang bisa berdampak lebih luas terhadap industri asuransi hingga perekonomian negara.
“Melihat latar belakang dari perusahaan-perusahaan ini, sangat disayangkan jika ulah oknum bisa menyakiti reputasi perusahaan yang secara umum telah terpercaya dan memiliki sistem keuangan yang solid. Sehingga perlu ada upaya yang lebih intensif dari semua pihak untuk menjaga kepercayaan publik terhadap industri ini,” kata Tulung.
Dukungan pemerintah sangat penting untuk menjaga industri asuransi untuk membuat kepercayaan publik semakin kokoh terhadap industri asuransi, pendekatan multi pihak yang melibatkan pemerintah, OJK, industri asuransi, dan pengamat ahli sangat penting. Seminar, kuliah umum, dan berbagai kolaborasi strategis lainnya dapat menjadi upaya yang efektif dalam hal ini.
“Sinergi antara semua pihak adalah kunci dalam mempertahankan industri asuransi sebagai salah satu pilar ekonomi nasional,” ujar Tulung.
Tulung juga memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah terkait sejumlah kasus yang menimpa perusahaan asuransi. “Yah tadi itu, salah satunya adalah mendukung inisiatif literasi keuangan, bekerja sama dengan OJK, Kementerian dan lembaga terkait, juga menggandeng akademisi dari perguruan tinggi bersama mahasiswa,” ujarnya.
Dia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, OJK, dan industri asuransi untuk memajukan dan melindungi sektor ini. “Dukungan dari pemerintah sangat penting dalam mempertahankan industri asuransi sebagai salah satu komponen penting dalam ekonomi nasional,” ujarnya.
Menurutnya, industri asuransi juga harus memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik agar kepercayaan masyarakat dapat terjaga. “Selain itu, perlu ada upaya literasi dari agen-agen asuransi untuk dapat memberikan informasi yang jelas, jujur, dan transparan dari produk asuransi kepada masyarakat,” tukasnya. (*)