Baklak.news, Manado – Dua karyawan Sinarmas MSIG Life memenuhi panggilan Polda Sulawesi Utara (Sulut), Jumat, 1 September 2023.
Panggilan tersebut, terkait laporan para korban kasus yang melibatkan Swita Glorite Supit, selaku mantan pemasar Sinarmas MSIG Life.
Setelah menjalani pemeriksaan sekira 7 jam, Kuasa Hukum Sinarmas MSIG Life Jhonshon Manik SH MH dari ANR Law Firm memberikan penjelasan terkait jalannya kasus tersebut.
Jhonshon Manik mengatakan, menyikapi kasus yang sedang berlangsung, Sinarmas MSIG Life, seperti pihak-pihak lainnya yang mengalami kerugian finansial, juga merupakan korban dari tindakan kriminal Swita Glorite Supit.
Untuk itu, Sinarmas MSIG Life akan tetap mematuhi proses hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi transparansi sesuai dengan prinsip-prinsip perusahaan.
“Kami ingin menegaskan komitmen klien kami dalam menjalani proses hukum yang adil dan transparan,” ujarnya.
Dia mengatakan, laporan di Ditkrimum Polda Sulut yang menuntut kehadiran Sinarmas MSIG Life merujuk pada peristiwa pidana yang sama dengan perkara yang sudah pernah dilaporkan oleh Sinarmas MSIG Life.
Kasus tersebut telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Manado dan juga proses perdata yang sedang berlangsung dan saat ini berada dalam tahap kasasi.
Diberitakan sebelumnya, agenda pemeriksaan terhadap dua karyawan Sinarmas MSIG Life dari kantor pusat berinisial AJ dan HR dijadwalkan pada Jumat (25/8/2023).
Namun pemeriksaan baru dilakukan pekan berikutnya yakni pada Jumat (1/9/2023).
Dalam klarifikasinya setelah pemeriksaan, pihak Kuasa Hukum Sinarmas MSIG Life menambahkan,
“Klien kami baru menerima surat panggilan dari Krimum Polda Sulut pada hari Rabu, 23 Agustus 2023. Mengingat keterbatasan waktu dan persiapan yang diperlukan oleh saksi kami yang berdomisili di Jakarta untuk tiba di Manado, kami telah mengajukan ke Penyidik surat permohonan penundaan pemeriksaan hingga tanggal 1 September 2023,”
Selain itu, dia menyampaikan total jumlah korban Swita Glorite Supit dalam kasus ini yaitu 20 orang.
Para korban tersebut memiliki hubungan kekerabatan dan mereka telah mengenal Swita dan keluarga Swita bahkan sebelum yang bersangkutan menjadi tenaga pemasar di perusahaan.
“Dari Dua Puluh korban, beberapa di antaranya mengajukan proses hukum melalui jalur pidana dengan pengakuan sepihak telah menyetorkan dana miliknya sebesar Rp133 miliar kepada Swita secara tunai maupun transfer ke rekening pribadi Swita,” papar Jhonshon Manik.
Sedangkan 7 korban lainnya memilih untuk menggugat perusahaan secara perdata sebesar Rp83 miliar, di mana proses hukum perdata masih berlangsung pada tahap kasasi di Mahkamah Agung. Para korban ini pun mengajukan laporan polisi ke Krimum.
“Terkait kasus yang dilaporkan oleh para korban agen Swita ke Polda Sulut, perusahaan tidak dapat menindaklanjuti permintaan dari para korban tersebut. Karena, polis tidak pernah terdaftar di Perusahaan dan berdasarkan penelusuran lebih lanjut transaksi yang dilakukan oleh para korban bukan transaksi asuransi,” papar Jhonshon Manik.
Transaksi tersebut tidak ditransfer langsung ke rekening resmi perusahaan, melainkan diberikan secara tunai maupun ditransfer ke rekening pribadi oknum mantan tenaga pemasar tersebut.
Dari keterangan tambahan, yang disampaikan oleh salah satu korban, yang bersangkutan mengakui bahwa dana yang disetorkan kepada Swita bukan sepenuhnya milik korban, namun juga termasuk dana titipan dari rekan-rekan korban.
“Dari hasil dana yang dikirimkan kepada Swita, korban menerima beragam hadiah di antaranya berupa mobil mewah, tiket perjalanan keluar negeri, smartphone seri terbaru, dan berbagai tiket perjalanan domestik,” ujarnya.
Dia mengatakan, pemberian ini tidak lazim di dalam proses penjualan produk asuransi, terlebih para korban menerima hadiah tersebut langsung dari Swita dan bukan dari perusahaan.
Komunikasi pertama yang dilakukan oleh korban dengan perusahaan, adalah ketika korban melakukan pengaduan karena tidak lagi mendapatkan imbal hasil dari Swita.
“Korban baru mengetahui bahwa polis-polis yang mereka miliki tidak pernah terdaftar di perusahaan, oleh karena itu korban selanjutnya melaporkan perusahaan ke Polda Sulut dan Otoritas Jasa Keuangan di akhir 2020,” ujarnya.
Sejak 2021, perusahaan telah menindaklanjuti pelaporan tersebut dengan melakukan tiga kali pertemuan.
Pertemuan pertama dilakukan pada 13 September 2021 untuk mendengarkan pengaduan secara langsung.
Perusahaan menyampaikan bahwa perusahaan tidak dapat bertanggung jawab terhadap polis-polis yang tidak terdaftar di perusahaan.
“Pertemuan kedua dilakukan pada 31 Januari 2023, yang dilakukan di kantor OJK Manado dan dihadiri perwakilan OJK perlindungan konsumen.
Perusahaan meminta informasi dan detail dokumen atau bukti transaksi dari para korban Swita untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut,” papar dia.
Pertemuan ketiga dilakukan pada 17 April 2023, yang dilakukan di kantor OJK Manado dan dihadiri perwakilan OJK perlindungan konsumen.
Pada kesempatan itu, perusahaan menyampaikan hasil analisis informasi dari bukti transaksi atau dokumen yang diberikan para korban pada 31 Januari 2023.
Transaksi yang dapat diverifikasi oleh perusahaan sejumlah Rp6,9 miliar milik 7 korban, sedangkan 6 korban lainnya tidak ada bukti yang dapat diverifikasi.
“Perusahaan menawarkan kesepakatan sejumlah transaksi yang dapat diverifikasi yaitu sebesar Rp6,9 miliar namun kesepakatan ini ditolak oleh para korban,” ujarnya.
Dalam pertemuan ketiga, perusahaan juga meminta para korban untuk menyampaikan kembali jika terdapat bukti-bukti lanjutan.
Setelah pertemuan tersebut, terdapat tambahan bukti baru dari korban sejumlah Rp1,1 miliar.
Dia mengatakan, karena para korban menolak usulan penyelesaian dari perusahaan, maka perusahaan menawarkan penyelesaian pengaduan melalui institusi arbitrase (LAPS-SJK).
“Namun, korban tidak bersedia untuk menempuh jalur arbitrase dan memilih untuk menunggu hasil pemeriksaan OJK atau hasil pemeriksaan Polda Sulut,” papar Jhonshon Manik.
Upaya Hukum dan Penegakan Aturan oleh Perusahaan Jhonshon Manik memaparkan, sebelumnya pihak perusahaan sebenarnya telah melaporkan Swita Glorite Supit melalui Polda Sulut pada 28 Agustus 2020 dengan dasar pelaporan Pasal 78 UU Nomor 40 Tahun 2014 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP terkait pemalsuan dokumen asuransi dan penyertaan pidana.
Menurutnya, Swita Glorite Supit saat ini sedang menjalani masa hukumannya sebagaimana keputusan Pengadilan Negeri Manado pada 8 Juli 2021, yaitu 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara dan pidana denda sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Juga menetapkan barang bukti berupa bidang tanah dirampas untuk dilelang dan hasilnya dibagi dan dikembalikan kepada 7 korban yang disebutkan dalam putusan Pengadilan Negeri Manado tersebut.
“Perusahaan telah memutus kontrak kerja sama dengan Swita Glorite Supit sejak 10 Maret 2021, dan sudah mendaftarkan Swita Glorite Supit ke dalam daftar hitam atau blacklist tenaga pemasar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI,” ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini perusahaan masih menunggu hasil akhir dari pemeriksaan Polda Sulut dan OJK.
“Perusahaan berkomitmen menghormati proses hukum serta proses di OJK yang sedang berjalan. Perusahaan akan sepenuhnya patuh pada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” ujarnya. (*)