Baklak, Manado – Kasus korupsi Pasar Kuliner Kotamobagu, mulai bergulir di meja hijau. Jalannya sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Manado, pada Kamis 20 Oktober 2022.
Empat terdakwa dihadirkan dalam persidangan dalam sidang terpisah. Sidang pertama, yakni HA alias Herman selaku Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Didagkop dan UKM) Kotamobagu.
Kemudian dilanjutkan, dua terdakwa dari kontraktor CV Fajar Pratama, YS alias Yenny selaku Direktur, dan DD alias Denny selaku Pelaksana pekerjaan.
Terakhir, MM alias Mulyadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulhia Manise dan tim, Kasus ini berawal pada 2020.
Disdagkop dan UKM menyetujui pembangunan lapak pedagang kaki lima di pasar kuliner Kotamobagu.
Anggaran 1.986.612.000 digelontorkan dalam proyek ini bersumber dari penanggulangan keadaan darurat Covid-19 Pemerintah Kotamobagu.
Proyek ini dilaksanakan dengan penujukkan langsung yang dikerjakan CV Fajar Pratama. Kontraktor CV Fajar Pratama memulai pekerjaan dengan mengikuti Estimate Engginering (EE) karena kontrak belum dibuat. Selain itu kontrak dibuat mengikuti pekerjaan fisik yang sudah terpasang oleh kontraktor.
Terdakwa Mulyadi pada September 2020, pernah mengajukan pengunduran dirinya sebagai PPK.
Alasannya, proses pengadaan barang dan jasa tidak tepat. Harusnya pekerjaan mulai dilaksanakan setelah ada kontrak dengan kontraktor. Namun proyek tersebut, telah dikerjakan lebih dahulu dengan mengkuti Estimate Engginering (EE). Terdakwa Mulyadi juga tidak dilibatkan pada awal pencarian dalam penandatanganan berita acara pembayaran.
Pihak Disdagkop dan UKM serta kontraktor juga tidak aktif menyurat kepada Inspektorat Kotamobagu untuk melakukan pos audit. Padahal pos audit sesuai dengan atensi Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Sulut kepada Inspektorat Kotamobagu.
Dari laporan ahli konstruksi Politeknik Negeri Manado, menarik kesimpulan bahwa proyek ini banyak kelalaian. Pembangunan Pasar Kuliner Kotamobagu, negara harus merugi sebesar Rp 659.168.839,80. Total kerugian negara meliputi:
– Kelebihan Standar Harga Satuan sebesar Rp. 496.283.409,24
– Kekurangan Volume Pekerjaan Fisik sebesar Rp. 64.662.864,63
– Kelebihan Perhitungan Jumlah Pekerjaan Pada Dokumen Kontrak sebesar Rp. 20.258.828,00
– Pekerjaan Pengurugan Pasir Urug Yang Sudah Termasuk Pada Analisa Harga – Satuan pemasangan paving block sebesar Rp. 75.088.832,05
– Pekerjaan yang Tidak Memenuhi Syarat Toleransi SNI sebesar Rp. 2.874.905,88
Dakwaan dari JPU mendapat tanggapan dari Panasehat Hukum empat terdakwa. Mereka keberatan dan akan melakukan eksepsi. Dua kontraktor dalam kasus ini meminta pengalihan tahan beserta penangguhan penahanan.
Permintaan para terdakwa ditanggapi Majelis Hakim. “Kami akan bermusyawarah,” ketua Majelis Hakim Felix Wuisan.