Baklak.news, Kendari— Kanker payudara masih menjadi pembunuh tertinggi perempuan Indonesia untuk penyakit kanker. Sehingga sangat penting melakukan diteksi dini.
Hal itu, ditekankan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, saat kunjungan kerja (Kunker) di ke RSUD Bahteramas Sulawesi Tenggara pada Sabtu, 7 Desember 2024.
Dalam kunker itu, Menkes melihat kondisi berbagai alat kesehatan yang diperoleh RSUD Bahteramas melalui dana Strengthening Indonesia’s HealthCare Referral Network (SIHREN).
Ia juga memastikan fungsi mamografi yang diberikan Kemenkes pada 2023.
“Pemberian mamografi melalui mekanisme SIHREN ditujukan agar RSUD dapat melakukan deteksi dini kanker payudara,” kata Menkes Budi, dilansir dari laman Kemkes.go.id.
“Kanker ini kenapa banyak yang meninggal? Karena ketahuannya terlambat, setelah stadium tiga atau stadium empat. Padahal, kalau bisa deteksi dini di stadium satu atau dua, kemungkinan hidupnya atau survivability rate-nya tinggi sekali dengan teknologi yang sekarang,” tambahnya.
Para perempuan, kata Menkes Budi, jangn ragu melakukan deteksi dini. Apalagi, skrining kanker payudara akan menjadi bagian dari program skrining kesehatan yang akan diberikan kepada perempuan usia di atas 40 tahun.
“Nah di program skriningnya hadiah ulang tahun dari Pak Presiden, mamografi itu nanti akan masuk untuk yang berisiko. Nah, yang berisiko adalah perempuan usia di atas 40 tahun” kata Menkes Budi.
Dalam kunker itu, Menkes menyempatkan waktu berbincang dengan penyintas atau survivor kanker payudara, Ni Kadek Mulyati.
Ia menjelaskan, deteksi dini kanker payudara sebenarnya dapat dilakukan di fasyankes tingkat pertama seperti puskesmas dengan memanfaatkan USG.
“Saya juga sudah ngomong ke kolegium, yuk, diturunkan (kemampuan) kompetensinya (ke dokter umum), agar 10.000 USG (di puskesmas) itu tidak hanya untuk memeriksa ibu hamil, tapi juga bisa untuk memeriksa skrining kanker payudara oleh dokter umum,” kata Menkes Budi.
Dengan begitu, katanya, jika ada indikasi kanker payudara seperti yang dialami Ni Kadek, pasien bisa dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan biopsi atau prosedur pengambilan sampel jaringan, sel, atau cairan tubuh.
“Selanjutnya, sampel ini diperiksa di laboratorium sehingga dapat mengetahui tingkat stadium kanker,” katanya.
Menkes Budi juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai hasil pemeriksaan.
Menurutnya, pemeriksaan yang buruk menjadi salah satu alasan perempuan enggan melakukan pemeriksaan kanker payudara. Padahal, kanker sebaiknya dideteksi sejak dini karena peluang hidup akan lebih besar jika terdeteksi lebih awal.
“Jadi, kenapa banyak perempuan nggak mau dimamografi? Karena mereka takut menerima kenyataan kalau ada apa-apa. Padahal, saya yang bukan dokter saja tahu kalau ketahuan stadium satu lebih baik daripada ketahuannya di stadium tiga,” kata Menkes Budi.
Di tempat yang sama, Ni Kadek Mulyati mengajak perempuan Indonesia untuk tidak ragu melakukan skrining kanker payudara sebelum terlambat.
“Untuk wanita di indonesia dan seluruh dunia, mari kita memeriksakan diri sedini mungkin untuk mengetahui apakah di tubuh kita ada penyakit yang mungkin saja tidak kita ketahui.” imbau Ni Kadek Mulyati. (*)