BAKLAK.NEWS, SITARO — Di saat pasangan Chyntia I. Kalangit-Heronimus Makainas (CHIKA-BERANI), telah dilantik sebagai bupati dan wakil bupati Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro (Sitaro), ternyata di balik itu masih ada persoalan hukum yang terjadi di masa kampanye bergulir yang menyeret Ketua Tim Pemenangan, Alfrets Ronald Takarendehang (ART).
Belakangan diketahui jika ternyata ART dituntut ganti rugi senilai Rp10 miliar oleh Joutje Luntungan, yang notabene adalah suami calon wakil bupati yang kalah di Pilkada Sitaro kemarin.
Hal ini sebagaimana terungkap pada sidang yang digelar Senin 17 Juni 2025 dengan Agenda Keputusan Perkara Nomor 06/Pdt.G/2025/PN.Thn, dengan Penggugat adalah Joutje Luntungan, S.E dengan Tergugat Alfrets Ronald Takarendehang, SE., Ak.
Namun demikian, setelah melewati berbagai proses di Pengadilan Negeri (PN) Tahuna, majelis hakim memutuskan menolak gugatan yang dilayangkan Joutje Luntungan.
“Putusannya adalah gugatan tidak dapat diterima karena dianggap cacat dan tidak beralasan hukum,” kata Kuasa Hukum ART, Frank T. Kahiking, usai sidang.
Dengan begitu, dapat dipastikan jika tuntutan ganti rugi senilai Rp10 miliar ikut gugur bersamaan dengan putusan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa gugatan yang diajukan penggugat merujuk pada postingan serta narasi yang diunggah oleh ART pada platform Facebook miliknya pada 17 November 2024 dan orasi pada waktu kampanye Pemilu calon kepala daerah dan wakil kepala daerah SITARO, yang dilaksanakan di Lapangan Ondong, pada 18 November 2024.
Narasi dan orasi yang disampaikan oleh ART antara lain menyebut “Pembalasan bukan hak kami tapi hanya Tuhan. Dan sekarang DJI SAM SU telah menjadi ketua partai putih, suami, adik dan anak menjadi anggota DPRD. Dan DJI SAM SU sendiri adalah kandidat wakil Bupati berpasangan dengan partai merah. Hal ini saya ungkapkan agar supaya masyarakat mengetahui FAKTA ini bahwa politisi sekelas kami saja di TIPU apalagi masyarakat kecil ketika DJI SAM SU terpilih jadi wakil Bupati nanti. JANGAN BODOHI RAKYAT, JANGAN TIPU RAKYAT”.
Nah, oleh Penggugat, narasi tersebut dianggap telah menyerang harkat dan martabatnya bersama Keluarga. Sebagaimana termuat dalam dalil gugatan poin 18, dimana akibat perbuatan ART, telah menyebabkan Istri Penggugat sebagai calon Wakil Bupati Kepulauan Sitaro, kehilangan kepercayaan dari masyarakat pemilih dan tercemar nama baik.
Kemudian, itu juga dianggap merupakan penyebab utama sang istri bersama dengan Evangelian Sasingen (Calon Bupati) kalah di Pilkada 27 November, kemarin.
Dan kepada ART dituntut untuk membayar kerugian sebesar Rp10 miliar, karena Istri Penggugat telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk bisa terpilih di Pilkada.
Terhadap dalil dan tuntutan tersebut, Kahiking, menyebutkan bahwa sedari awal gugatan tersebut dinilai tidak memiliki alasan hukum yang kuat.
“Saya telah melihat ini dari awal bahwa tidak ada alasan pula bagi hakim untuk mengabulkannya. Bahkan, saya menilai bahwa ada upaya kriminalisasi terhadap klien saya,” bebernya.
Lagian, sambung dia lagi, setiap orang sebagaimana dijamin dan dilindungi dalam Undang-undang, di mana setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya di muka umum, sebagaimana diatur dalam Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 28E ayat (3).
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Pasal 1 ayat 1 juga menyatakan bahwa ‘Kemerdekaan menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 22 ayat (3), menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik,” urainya.
Oleh karena itu, merujuk pada UU yang telah disebutkan, lagi-lagi ia menegaskan bahwa tidak ada alasan hukum untuk melaporkan kliennya.
“Bukan cuma pidana, perdata pun tidak bisa,” tegasnya lagi sembari mengapresiasi Majelis Hakim PN Tahuna yang menurutnya telah memeriksa dan mengadili persoalan ini secara objektif. (**)