Baklak.news, BOLSEL— Penertiban tambang emas ilegal di Kilo 12 Upper Tobayagan (UTO), Desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Tengah, Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) oleh Polres Bolsel pada 2024 lalu, tidak memberikan efek jera.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dilokasi sekira 30hektar itu kembali beroperasi.
Keluarga Kunu Makalalag yang mengklaim punya hak tanam di lahan tersebut meminta ganti rugi ke pihak PT JRBM. Namun lahan itu malah dialihfungsi menjadi pertambangan ilegal.
Informasi diperoleh, hanya beberapa bulan pasca penertiban, Kunu Makalalag yang diduga kini bekerja sama dengan pihak lain kembali melakukan aktivitas tambang ilegal
“Ada beberapa alat berat yang dikerahkan ke lokasi. Kunu Makalalag bekerjasama dengan pria bernama Elo, dan mulai beroperasi beberapa hari terakhir,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, pada Sabtu, 22 Maret 2025.
“Kerja sama Kunu dan Elo sudah lama. Dia (Kunu) ada utang sama Elo makanya lahan itu dikelolah untuk tambang ilegal,” tambah sumber.
Status lahan milik negara
Sebelumnya Kapolres Bolsel melalui Kasat Reskrim IPTU Dedy Vengky Matahari mengungkapkan bahwa lahan di Kilo 12 merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Sesuai dengan hukum yang berlaku, tanah tersebut merupakan milik negara.
“Dari berbagai tinjauan yang ada, semua pihak sepakat bahwa tanah di lokasi tersebut adalah milik negara,”tegasnya.
Akses jalan yang ada di lokasi itu kata Dedy, merupakan peninggalan dari perusahaan kayu yang pernah beroperasi di sana. Jalan-jalan ini awalnya dibangun untuk mempermudah mobilitas perusahaan dalam pengelolaan kayu.
PT JRBM dalam tahap eksplorasi
Dedy mengatakan, PT JRBM yang beroperasi di lokasi Kilo 12 masih dalam tahap eksplorasi, bukan eksploitasi.
Aktivitas pengeboran atau drilling untuk mencari emas menjadi fokus perusahaan tersebut, sehingga klausul ganti rugi tanam di bawah izin penggunaan kawasan hutan (IPPKH) belum bisa dijalankan.
“Dalam ketentuan pihak PT JRBM bukan mengganti rugi lahan, tapi tanaman,” kata Dedy kepada media.
Jika PT JRBM nantinya memasuki tahap eksploitasi lanjutnya, perusahaan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim verifikasi guna menangani klaim ganti rugi.
Proses verifikasi ini nantinya hanya akan dilakukan pada lahan yang akan dieksploitasi dan hanya kepada pihak ketiga yang mengelola tanpa hak kepemilikan.
“Pihak ketiga harus mendaftar pada tim verifikasi yang dibentuk melalui SK Bupati. Lahan yang akan dieksploitasi akan ditinjau lebih dulu oleh tim tersebut,” tegas Dedy.
Ia menekankan tidak semua lahan di lokasi tersebut akan mendapatkan kompensasi. Hanya di Tiga titik pengeboran yang diidentifikasi. Sementara itu, aktivitas perkebunan di lokasi lainnya masih diperbolehkan.
Sikap tegas terhadap tambang ilegal
Di sisi lain, Dedy memperingatkan bahwa ganti rugi tidak akan diberikan apabila lahan tersebut terbukti menjadi area pertambangan ilegal.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas tambang ilegal di Kilo 12 sudah berlangsung cukup lama.
“Sudah ada aktivitas tambang ilegal di lokasi Kilo 12 Bukit Mobungayon jauh sebelum saya bertugas di sini,” ungkapnya.
Dedy juga menyebut nama Kunu Makalalag dan menegaskan bahwa mereka tidak mungkin tidak mengetahui keberadaan tambang ilegal tersebut. Area pengeboran PT JRBM pun saat ini berada di bekas lokasi tambang ilegal. (*)